Showing posts with label manajemen brooding. Show all posts
Showing posts with label manajemen brooding. Show all posts

Sunday, February 15, 2009

Ayamnya Kedinginan

. Sunday, February 15, 2009

Wadooh...susah banget cari kayu bakar, apa karena takut nanti dituduh biang kerusakan lingkungan n pemanasan global, makanya sudah jarang yang tebang pohon, jadinya cari kayu bakar buat pemanas ayam susah banget. Mau pake minyak tanah, harganya gak ketulungan, mau pake gas sarana blm ada. Akhirnya..malam kedelapan dilalui ayam-ayam mungil dengan "uyek-uyekan" n kedinginan. Stok kayu bakar tinggal untuk malam sabtu ni, biasanya kayu bakar dinyalakan sore, tapi kalo dengan stok sedikit dinyalakan sore nanti jam 1 pagi bara api sudah padam, makanya kayu dibakar jam 8 malem, biar pas waktunya dingin masih ada bara api.
Kondisi seperti diatas konsekuensinya sangat besar terhadap ayam yg masih berumur 7 hr, karena sistem thermoregulasinya belum stabil. Thermometer min/max menunjukkan angka min 27'C n max 34'C. Padahal temperatur ideal untuk ayam umur 7hr sekitar 30'C-32'C.
Contoh konsekuansi logis yang akan diterima dengan kondisi diatas yaitu :

  1. Feed intake tidak akan masuk,trutama pada malam hari n kondisi temperatur dibawah standar.
  2. Keseragaman yg tidak rata atau pertubuhan terhambat(hiperplasia n hiperthropia)
  3. Ayam akan diare, yang dilanjut dengan litter cepat basah
  4. Pembentukan sistem kekebalan yang tidak optimal yang akan berpengaruh terhadap kesehatan dihari berikutnya.
  5. Untuk info yg lebih komplet klik sini

Klik disini untuk melanjutkan »»

Saturday, February 14, 2009

Omphalitis

. Saturday, February 14, 2009

Ketika vaksinasi 1 sekalian seleksi doc yang trouble, ada yang lemah/lemes, cacat, dan omphalitis. Diantara sekian alasan kenapa doc diseleksi sebagian besar karena Omphalitis.
PENYAKIT ini sering menyerang anak ayam sesaat setelah ditetaskan. Infeksi ini disebabkan karena tidak tertutupnya pusar. Hal ini merupakan salah satu penyebab utama kematian di minggu pertama. Omphalitis adalah suatu kondisi ditandai dengan infeksi kuning telur. Kasus ini sering dijumpai pada ayam yang masih muda. Omphalitis mudah menyebar terutama pada saat masih di dalam mesin tetas (inkubator), karena berhubungan dengan kelembaban yang berlebihan dan pencemaran dari telur tetas dan juga mesinnya.
Omphalitis terjadi karena inkubasi yang salah, rendahnya sanitasi mesin tetas, kepanasan setelah penetasan (contohnya saat transit/pemindahan). Omphalitis terjadi beberapa hari setelah ditetaskan, sehingga dimungkinkan tidak dapat menular dari ayam yang satu ke ayam yang lain. Namun dapat menular dari peralatan yang tidak disanitasi di hatchery ke ayam yang baru menetas dengan pusar yang basah. Penyakit ini merupakan hasil infeksi dari 1 macam atau campuran berrbagai bakteri. Organisme penyebab tersebut diantaranya :
• Salmonella
gallinarum.
• Salmonella thypimurium
• Coliform (E. coli).
• Staphylococcus aureus
• Clostridia spp.
• Clostridium welchii, Clostriium
sporogenes
• Enterococci.
• Pseudomonas.
Namun pada umumnya omphalitis disebabkan oleh Collibacillosis. Bakteri biasanya menyerang jaringan pusar, hal ini merupakan hasil dari kondisi di dalam hatchery. Pusar terbuka dan mengalami peradangan, sehingga terjadi infeksi yang mengenai organ bagian dalam. Ayam yang terkena nampak normal, hingga beberapa jam sebelum mati. Kematian mulai terjadi setelah anak ayam menetas hingga umur 10 – 14 hari. Transmisi : Dapat terjadi secara vertikal (dari induk ayam yang karir / pembawa dari breeding ke embrionya), secara cepat dapat menular di dalam hatcher (kontaminasi telur, tray telur tetas, dan lain-lain).Transmisi kecil juga dapat terjadi saat brooding (transmisi horizontal). Fakor-faktor yang mempengaruhi :
1. Stres yang dapat menyebabkan
absorbsi kuning telur yang terlambat.
2. Hatchery yang kurang higienis.
3. Rendahnya kelembaban di dalam
mesin tetas. Dengan rendahnya
kelembaban maka membram
kerabang telur akan menjadi kering
dan proporsi membram kerabang
telur yang kering akan menarik
pusar sehingga menyebabkan iritasi
dan devitalisasi jaringan.
4. Penyumbatan pusar yang tidak
sempurna.
Infeksi kantung kuning telur dapat terjadi kapan saja. Organisme akan masuk melalui kerabang telur ke dalam kuning telur. Bakteri menyebabkan pembusukan kuning telur, hilangnya nutrisi esensial dan juga dapat memproduksi racun.Bakteri menyerang jaringan pusar selama beberapa hari inkubasi atau seketika setelah ditetaskan. Pusar/navel yang terbuka tidak akan tertutup sehingga infeksi akan masuk ke organ bagian dalam. Gejala :
1. Anak ayam terlihat lemah,
mengantuk, perut kembung, tidak
nafsu makan ataupun minum,
bergerombol di dekat sumber
pemanas.
2. Ayam yang terkena omphalitis
memiliki sistem kekebalan yang
rendah.
3. Kloaka berpasta (kloaka tertutup
oleh feses : untuk DOC yang kuning
telurnya lengket). Terkadang karena
suhu terlalu dingin..
4. Karakteristik dari penyakit ini adalah
bau busuk dari kuning telur.
5. Peradangan pada pusar terkadang
keluar cairan kuning telur dari pusar.
6. Abdomen terasa lembut,
lembek kantung kuning telur
menggelembung.
7. Karakteristik lesi/luka pusar yang
belum sembuh, edema pada
subkutan, warna otot abdomen
kebiruan dan material kuning telur
tidak terserap dan sering menjadi
bau.
8. Kuning telur tidak terserap dan
nampak berisi material kuning telur
yang mengeras, terjadi peritonitis
(radang selaput perut).
9. Kadang terjadi diare.
10. Gejala infeksi disekitar pusar
(merah, panas dan bengkak),
pusar bernanah, demam, tingginya
laju/detak jantung, tekanan darah
rendah dan kulit nampak kuning
(penyakit kuning).
Lesi yang nampak setelah bedah bangkai :
1. Abdomen terisi oleh kuning telur.
Peradangan kantung kuning telur.
Kuning telur mengalami perubahan
warna (kuning, kebiruan atau
kehijauan). Pembesaran kuning telur
dan berair, terkadang kuning telur
tidak terserap dan berubah bentuk,
terlokasi di antara duodenum dan
jejunum.
2. Navel terasa tebal, menonjol dan
nekrotik
3. Paru-paru mengalami penyumbatan,
hati dan ginjal berwarna gelap dan
bengkak
Tidak ada pelakuan yang spesifik terhadap kasus ini. Antibiotik digunakan untuk mencegah infeksi bakteri penyebab omphalitis, walau pengaruhnya hanya sedikit. Penyakit ini dapat dicegah dengan mengontrol suhu, kelembaban dan sanitasi dalam mesin tetas. Pastikan hanya telur yang bersih, dan tidak pecah yang di setting ke dalam mesin tetas. Mesin tetas harus dibersihkan dan di desinfeksi. Fumigasi dapat dilakukan dengan formalin, dengan jendela tertutup. Sebanyak 30 ml formalin 40% untuk tiap 0,6 m3, disamping itu harus terdapat evaporasi di dalam inkubator/ mesin tetas. Jika terjadi kasus di lapangan :
1. Yang pertama adalah membuka
bagian kloaka yang tertutup.
Kemudian berikan cairan molasess
(2-5 Kg untuk 1000 ekor tergantung
dari umur ayam, rata-rata diberikan
sebanyak 250 gram/gallon air
minum). Dalam kasus lain gula
dapat diberikan 250 gram per gallon
air minum (larutan harus terasa
manis sebagaimana kita rasakan).
2. Berikan jagung atau pakan yang
bebas jamur.
3. Pakan hijauan dalam jumlah sedikit
dapat diberikan untuk meningkatkan
pergerakan intestine.
4. Antibiotik : Tribrissen (yang
mengandung Trimethoprim dan
Sulphadiazine) dosis 1 ml per gallon
air minum untuk 5 – 7 hari.
Pencegahan dan Kontrol :
1. Menjaga agar breeder fl ok bebas dari
Salmonella.
2. Pembersihan telur. Kontrol gudang
penyimpanan telur dan lakukan
proses fumigasi di hatchery.
3. Mencegah DOC agar tidak kepanasan
selama transportasi.
4. Tingkatkan kebersihan hatchery
dan inkubator serta manajemen
(termasuk manajemen temperature,
kelembabandi dalam inkubator).
5. Menyediakan lingkungan brooding
yang baik
Manajemen yang baik dan sanitasi
di hatchery adalah cara terbaik dalam
mencegah omphalitis. (Roli Sofwah
H, Technical Service and Development
Departement, CPI).

Klik disini untuk melanjutkan »»

Saturday, February 7, 2009

Managemen Brooding

. Saturday, February 7, 2009

Three basic methods are used to brood chicks.

  1. The chicks have localized heat source and access to a cooler, unheated area. The chicks determine their own heating needs by moving from hot to cold areas and vice versa. This method is known as spot brooding.
  2. A large area around the brooders is warmed to the same temperature when whole house brooding. The chicks have no choice between warm and cool areas.
  3. Partial-house brooding--Partial-house brooding is much like whole house brooding, since the total brooding area is warmed. To save energy, however, the brooding area is reduced to the minimum amount needed for the size of chicks. As the chicks grow, the brooding area is increased in accordance to their sizes. Good ventilation is essential with all brooding systems but especially partial-house brooding.

Light the brooders 24 hours before the chicks hatch or arrive. Determine if the brooders are working properly, and adjust the temperature to 90 to 95 °F below the outer edge of the brooder (1 inch above the litter). In time of stress or vaccination reactions, increase brooder temperatures about 5 ° above the recommended temperature until the chicks recover.

Place an 18-inch-high, solid-type brooder guard around each brooder. Locate the guard 3 to 4 feet from the edge of the brooder. The guard prevents floor drafts and keeps chicks near the heat. In summer, enlarge the ring to keep chicks from getting too hot. Expand the guard a little each day (about 20 to 25 percent total area increase) until it is no longer needed after 7 to 14 days.

Corrugated cardboard makes an excellent brooder guard and can be discarded when it becomes soiled. In hot weather, hardware cloth or similar mesh material may be used instead of solid guard. Most of these guards are cleaned, disinfected, and reused.

Place an adequate number of feeders and waterers around each brooder. Provide at least two 1-gallon waterers and two 12-inch or 18-inch chick feeders for every 100 chicks. Feed placed on a few feeder lids or egg flats under each brooder encourages the chicks to start eating sooner.

Sprinkle a pile of feed on each lid before placing chicks under brooder. Remove lids when all feed is eaten or after 4 to 6 days.

Place long waterers or feeders in the brooding area, pointing toward the heat source. If placed parallel to the brooder guard, small chicks may be prevented from returning to the warmth. (At 1 day of age, they have not learned they sometimes have to go around a long object to get back to the warmth.) Placing feeders in a "wagon spoke" fashion also insures that a section of each feeder is always in a comfort zone. Locate the inner end of the feeder under or slightly outside the outer edge of the brooder or hover. Never place all the waterers and feeders directly under the brooder. The area under the brooder must be kept clear for brooding the chicks.

The day-old chick's temperature is about 3 °F below that of an adult's. Its body temperature starts rising about 4 days of age and reaches its maximum at 10 days. The chick needs time to develop temperature control (2 to 4 weeks). As the chick grows older, the downy coat is replaced with feathers, and brooder temperature must be reduced according to the temperature schedule.


Brooding temperature schedule

Age, daysBrooder temperature

°F

Summer
Winter
1-790 to 95
8-14 85 to 90
5-21 80 to 85
22-28 75 to 80
29-35 70 to 75
36 to market 70
70


Under this brooding schedule, the brooding temperature is reduced 5 °F each week. At 5 weeks of age, chicks maintain their own body temperatures if the room temperature is kept near 70 degrees.

Use lower brooding temperatures during warm months. Most poultry houses are not tight enough to maintain these temperatures constantly in winter. Insure adequate warmth in winter by using the higher brooding temperature; when cold nights cool the house, chicks are likely to have enough warmth.

In contrast to what many think, the most frequent error observed when brooding in the South is overheating rather than too little heat. Many producers need to learn proper brooding to reduce losses.

Check the comfort of the chicks several times each day, especially in the evening. Make adjustments to maintain chick comfort. Contented peeping and even distribution of chicks around and under the brooder indicate comfortable conditions. If the chicks chirp and huddle to one side of the brooder, there is a draft. When the temperature is too cold, the chicks chirp sharply and huddle together under the brooder. If the chicks move away from the brooder, pant, and are drowsy, the temperature is too warm.

With steadily increasing energy costs, a strong emphasis must be placed on sound brooder management and operation. Some tips for conserving energy are listed.


By Tom W. Smith, Jr., Ph.D., Emeritus Professor of Poultry Science, Mississippi State University

Klik disini untuk melanjutkan »»

Manajemen Brooding

.


Akhirnya..bayi-bayi yg lucu2 akhirnya tiba dengan selamat sampai kandang jam 5 pagi tdi..diiringi cuaca yg agak mendung, maklum puncak musim hujan, sering hujan. Pemanas sudah nyala dari jam 3 pagi,maklum cuma pake kayu, jadi harus lebih awal penyalaannya. Sebelum ditebar,air gula 2% dituang di galon n dibeberapa cft. Pakannya pun sudah dicft agar doc sesegera mungkin makan n minum. Periode ini dpt Hubbard Flex, mati di box cuma 3,smoga jadi awal yang baik..Untuk info yang lebih komplet ttg manajemen brooding,download disini

DOC dipuasakan???
Di zaman modern sekarang ini, anggapan doc yang baru datang jangan diberi makan masih ada, alasannya biar kuning telurnya terserap maksimal n menghindari omphalitis. Alasan ini biasanya muncul dari peternak lama n kolot, tidak tahu perkembangan genetika n manajemen broiler modern. Padahal dengan pemberian pakan seawal mungkin tidak hanya akan meningkatkan proses metabolisme, tetapi juga mempercapat gertakan pada sistem imun dan mempercapat organ-organ
sistem pencernaan.
Bicara ttg kuning telur, ternyata hanya dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pada masa embrional hingga menetas. Sisa kuning telur yang mengandung maternal antibodi 7% dan lipid 20%, dianggap dapat memenuhi kebutuhan anak ayam. Faktanya sisa kuning telur ini sangat terbatas, dan hanya cukup untuk mempertahankan kehidupan, bukan untuk pertumbuhan. Pada hari pertama saja hanya 50% dari kebutuhan energi dan 43% dari kebutuhan protein yang dapat dipenuhi dari sisa kuning telur. Protein yang ada pun terutama dimanfaatkan dalam bentuk maternal antibodi. Sedangkan lemak sebagian besar digunakan untuk membentuk membran sel jaringan tubuh. Jadi, puasa pada anak ayam tidak dapat memnuhi kebutuhan energi minimum, apalagi energi untuk pertumbuhan.
Sisa kuning telur pada umumnya habis dalam waktu 4 hari setelah menetas. Studi terbaru mengindikasikan bahwa doc yang lebih awal mendapatkan pakan penyerapan sisa kuning telur lebih cepat dibandingkan dengan doc yang dipuasakan hingga 48 jam. Berat sisa kuning telur broiler saat menetas adalah 6,5 gr, yang berkurang menjadi 0,4 gr dalam waktu 96 jam pada doc yang diberi pakan segera setelah menetas, tetapi berat kuning telur yang tersisa pada doc yang dipuasakan 24 jam dan 48 jam adalah 0,7gr dan 1,5 g setelah 96 jam. Hal ini karena gerakan anti peristaltik yang mentransfer kuning telur hingga ke duodenum karena dirangsang dengan kehadiran makanan disaluran usus.

Klik disini untuk melanjutkan »»
 
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com